Beritabogor24jam.com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor mencatat bahwa lebih dari 50 persen Pendapatan Asli Daerah (PAD) disumbang dari sektor yang beroperasi di wilayah Puncak.
Namun, di tengah geliat ekonomi yang pesat, muncul tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian lingkungan.
Upaya penindakan yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup terhadap sejumlah pelaku usaha di Puncak baru-baru ini menjadi sorotan.
Pemerintah pusat melalui Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup mulai menindak aktivitas usaha yang dinilai melanggar izin, serta memperburuk kondisi lingkungan.
Dalam pernyataannya, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bogor, Ajat Rohmat Jatnika, menegaskan pemerintah daerah pada dasarnya sejalan dengan semangat KLH dalam mendorong pembangunan berkelanjutan dan investasi yang ramah lingkungan.
Meski begitu, ia mengingatkan, perlunya kehati-hatian agar langkah tersebut tidak menimbulkan ketidakpastian bagi para investor.
Ajat mengungkapkan, kawasan Puncak memiliki peran krusial dalam menyumbang PAD Kabupaten Bogor.
“Makanya kita harus arif dan bijak, bagaimana kita mengelola ekonominya, sosialnya, dan lingkungannya agar tetap berjalan seimbang. Itu yang akan kami bicarakan dengan Pak Menteri sesuai arahan Bupati,” ujar dia, pada Minggu, 27 Juli 2025.
Empat Lokasi Usaha di Puncak yang Tidak Kantongi Izin
Terkait dengan kunjungan langsung Menteri LHK Hanif Faisol Nurofiq ke empat lokasi usaha yang berada di lahan PTPN I Regional 2, Ajat menegaskan, keempat usaha tersebut tidak memiliki izin resmi dari pemerintah daerah.
“Pemerintah daerah belum pernah mengeluarkan izin kepada empat perusahaan tadi, yang kemudian itu ber-KSO dengan PTPN I Regional 2,” tegasnya.
Meskipun demikian, pihaknya menyatakan, dukungan atas langkah konkret yang diambil oleh Kementerian LHK demi penataan lingkungan yang lebih baik dan legalitas yang jelas.
Kajian Penggunaan Lahan PTPN Sudah Dilakukan
Pemkab Bogor disebut telah melakukan kajian khusus terhadap penggunaan lahan perkebunan teh milik negara (PTPN) yang tersebar di kawasan Gunung Mas.
Dari total luas 1.600 hektar, diketahui sebagian kecil sudah dimanfaatkan untuk fasilitas umum seperti kantor polisi, sekolah, puskesmas, dan jalan.
“Kajiannya sebenarnya sudah selesai, namun keburu terjadi banjir dan bencana lainnya. Ada kuota lahan yang memang bisa dimanfaatkan, dan saat ini sudah mendekati ambang batas,” jelas Ajat.
Dia mengaku, beberapa kerja sama operasional (KSO) dengan PTPN sudah diputuskan seiring langkah evaluasi penggunaan lahan yang berlangsung.
Ajat menegaskan, pentingnya menjalin komunikasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah.
Hal itu agar upaya penegakan hukum tidak justru memicu kekhawatiran di kalangan investor yang telah berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi lokal.
“Kami juga khawatir iklim investasi jadi kurang baik, tapi insyaallah ini tidak terjadi. Mungkin ke depan kita akan lakukan penghijauan bersama,” tutupnya optimis.