Beritabogor24jam.com – Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Bogor angkat suara terkait kekhawatiran terhadap salah satu gim daring yang digemari anak-anak, yakni Roblox.
Komisioner KPAD Kabupaten Bogor, Asep Saepudin menyoroti potensi bahaya tersembunyi yang bisa timbul dari penggunaan aplikasi tersebut secara berlebihan tanpa pengawasan orang tua.
“Banyak game di Roblox dibuat oleh pengguna, dan tidak semuanya lolos sensor atau moderasi. Ada yang mengandung kekerasan, perilaku tidak senonoh, dan bahasa kasar,” ujar Asep pada Rabu, 6 Agustus 2025.
Roblox sendiri dikenal sebagai permainan virtual interaktif dan kreatif, yang menawarkan ruang bagi anak-anak untuk bermain, membuat, dan berinteraksi dengan pengguna lain dari seluruh dunia.
Namun, di balik keseruan itu, terdapat risiko yang patut diwaspadai.
Selain konten, Asep juga menyoroti fitur chat dan komunitas terbuka dalam Roblox yang memungkinkan anak berinteraksi langsung dengan orang asing.
Ia menyebut, risiko ini dapat memicu upaya grooming dan eksploitasi finansial terhadap anak.
“Fitur komunikasi yang tidak terfilter membuat anak rentan terpapar oleh pelaku yang berniat buruk,” katanya.
Kecanduan dan Gangguan Mental
KPAD juga menyoroti potensi kecanduan game yang dapat berdampak pada kesehatan mental dan fisik anak.
Anak-anak bisa menghabiskan waktu berjam-jam bermain Roblox, yang akhirnya mengganggu waktu belajar, tidur, dan interaksi sosial.
“Hal ini bisa mengganggu perkembangan otak dan mental anak dalam jangka panjang,” jelas Asep.
Ancaman Pemborosan Finansial Keluarga
Aspek lain yang menjadi perhatian adalah pembelian item dalam game menggunakan mata uang virtual (Robux).
Pihaknya menilai, hal ini bisa menyebabkan pemborosan yang tidak disadari oleh orang tua.
“Game ini mendorong pembelian terus-menerus. Anak bisa membelanjakan uang tanpa pengawasan,” ujarnya.
Melihat berbagai potensi risiko tersebut, KPAD Kabupaten Bogor mendesak pemerintah pusat, khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), agar menerapkan regulasi lebih ketat.
Salah satunya adalah dengan mewajibkan adanya fitur kontrol orang tua (parental control) dan pemblokiran konten tidak sesuai usia.
Asep menekankan bahwa, pengawasan anak tidak bisa hanya dibebankan kepada pemerintah.
Peran orang tua dan masyarakat sangat krusial dalam memantau aktivitas digital anak.
“Kami terus membuka ruang pengaduan masyarakat, dan mengajak semua pihak terlibat dalam upaya pencegahan serta edukasi,” ujarnya.



 





 
                         
                         
                         
                         
                        

