Beritabogor24jam.com – Kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang memutuskan untuk menutup sementara aktivitas pertambangan di wilayah Kabupaten Bogor terus menjadi sorotan publik.

Langkah tersebut dinilai memiliki dampak langsung terhadap kelancaran pembangunan infrastruktur, terutama pasokan material yang selama ini bergantung pada tambang di wilayah tersebut.

Sejumlah pihak, mulai dari pengusaha konstruksi hingga masyarakat sekitar lokasi tambang, menyampaikan keluhan terkait kebijakan tersebut.

Keluhan mencakup gangguan distribusi material hingga kekhawatiran penurunan pendapatan masyarakat yang menggantungkan hidup pada sektor tambang.

Menanggapi polemik tersebut, Dedi Mulyadi memberikan penjelasan terbuka sekaligus menegaskan, keputusan yang diambil tidak dilakukan secara tergesa-gesa.

Melainkan, kata dia, melalui pertimbangan luas demi kepentingan masyarakat dalam jangka panjang.

Kang Dedi sapaan karibnya itu mengakui bahwa, kebijakan penutupan tambang menimbulkan tantangan di lapangan.

Pihaknya memahami keresahan yang muncul baik dari pelaku jasa konstruksi maupun masyarakat yang terdampak dari sisi ekonomi dan rantai pasok material.

“Orang Parung Panjang juga mengeluh selama ini,” tegas pria yang akrab disebut KDM di Sekda Kabupaten Bogor, Senin, 3 November 2025.

Menurutnya, keluhan masyarakat setempat bukan hanya muncul setelah penutupan tambang, namun sudah berlangsung lama akibat dampak lingkungan dan sosial.

Pemprov Jabar Siapkan Solusi Teknis

KDM juga memastikan, pemerintah provinsi tengah merumuskan langkah teknis sebagai jalan keluar agar penutupan sementara tambang tidak memperburuk kondisi ekonomi daerah.

“Solusinya lagi kita rumuskan rekomendasi dari dirteknis. Solusinya seperti apa, rumusannya seperti apa. Misalnya begini, mobil besar gak boleh lewat jalan kabupaten dan provinsi, langsung ke akses tol. Atau Pak Bupati berencana membebaskan lahan untuk tambang kemudian nanti membangun jalan tambang. Solusinya banyak formulasinya,” jelasnya.

Rencana tersebut menunjukkan pemerintah tidak hanya menghentikan aktivitas tambang, tetapi juga berupaya menyediakan solusi infrastruktur, agar distribusi material tetap berjalan tanpa merusak fasilitas umum dan lingkungan sekitar.

Lebih jauh, ia menyebut, kebijakan ini bukan semata menyasar sistem pembangunan atau penataan tambang, namun menempatkan aspek kemanusiaan sebagai prioritas utama.

“Saya gak mau lagi nanti, kuli lajur tanpa asuransi, yang tukang muat itu tanpa asuransi. Saya gak mau lagi nanti ada orang yang meninggal di tambang itu tidak dapat asuransi kecelakaan kerja. Saya tidak mau lagi mereka diupah sangat rendah,” kata dia.

Dia pun turut menyoroti ketimpangan pembangunan antara daerah penghasil tambang dan kawasan yang menikmati hasil material tambang tersebut.

“Satu daerah mengalami peningkatan ekonomi yang sangat tinggi jadi bangunan indah hotel segala macem, tapi daerah yang menjadi penghasil tambangnya mengalami kemiskinan, jadi ini saya ingin bangun keadilan,” tandas Dedi.

Menurut dia, bahan tambang dijual murah untuk pembangunan hotel dan bangunan mewah di daerah maju, namun masyarakat sekitar tambang justru hidup dalam kondisi yang jauh dari sejahtera.

Ketidakadilan inilah yang menjadi pijakan utama diarahkan kebijakan penataan sektor pertambangan.

Tentunya, ia ingin memastikan para pekerja dan warga sekitar tambang memperoleh perlindungan, upah layak, serta manfaat nyata dari hasil bumi daerahnya.